Sabtu, 13 Agustus 2016

Ghost part 2

Setiap hari Mia pulang ke rumah Marla, dengan harapan Marla tak akan curiga. Tetapi tampaknya Marla mulai menyadari dengan gelagat Mia.

Marla sangat tau bahwa kekasihnya itu sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Namun, Marla tak dingin langsung menanyakan pada Mia karena pasti dia akan menjawab dengan kebohongan. Sebab itu dirinya harus mencari tau sendiri apa yang sedang disembunyikan Mia.

Hingga suatu malam. Marla mengikuti arah mobil Mia. Dan ternyata arah villa yang pernah Marla datangi waktu itu. Marla kesal dan mengigit bibir bawahnya sampai berdarah karena ternyata Mia masih saja menemui Wandi.

"Sial! Ternyata dia bohongin aku? Dia diam-diam masih berhubungan dengan si berengsek Wandi" gerutu Marla.

"Oke Mia, kamu yang mulai semuanya. Jadi jangan salahkan aku bila aku bertindak kasar padamu sekarang." gumam Marla sinis.

***

Mia baru saja tiba di rumah. Didekatinya Marla yang sedang berbaring di sofa. Perlahan Mia duduk disisi Marla dengan mendekatkan wajah, lalu hendak mencium namun Marla menolak dengan berpaling muka.

"Kamu marah?" tanya Mia.

Marla tak menjawab. Mia gemas dengan sikap itu lalu memainkan ujung hidung Marla yang mancung.

"Kenapa baru pulang?" tanya Marla, yang sebenarnya tau jawaban Mia akan berbohong.

"Aku pulang ke rumah mamah, maaf aku lupa bilang kamu dulu. Soalnya ada acara penting yang buat aku harus datang kesana." ungkap Mia.

Sungguh akting Mia terlihat 100% baik. Namun sayangnya Marla tak bisa percaya karena telah melihat dengan mata kepalanya bahwa Mia pergi menemui Wandi dan bermalam disebuah villa.

"Apa aku bisa percaya kata-katamu?"

"Kenapa? Apa kamu ragu?"

"Entahlah, aku takut kamu masih menemui lelaki itu dibelakangku" sindir Marla.

Mia tersenyum lebar lalu berbaring disamping Marla.

"Kamu nggak usah takut, aku sudah lama tinggalkan dia. Cuma hanya aku dan kamu, nggak ada orang lain." bisik Mia, manja.

"Kenapa, kenapa kamu membohongiku seperti ini Mia? Aku senang dengan kalimatmu itu, tapi kenyataannya aku sakit saat tau kamu masih bersamanya" gumam Marla dalam hati.

Mia berusaha membahagiaan wajah Marla yang tampak kecut dilihatnya. Dia berusaha membangunkan hasrat Marla, namun ditahan lalu beranjak dari sofa.

"Kenapa?" Mia heran.

"Sebaiknya kamu mandi," saran Marla sembari berlalu pergi.

"Biasanya kamu suka, walaupun aku bau kecut sekali pun?" tanya Mia.

"Aku tak sudi bercinta denganmu, sementara tubuhmu telah dijamah pria itu semalam suntuk" dumal Marla dalam hati.

***

Mia terlihat sedang memikirkan sesuatu oleh Wandi. Keduanya sedang menikmati kopi panas disebuah cafe.

"Kamu kok keliatan ga seneng gitu?"

"Aku lagi bingung mikirin sikap Marla"

Seketika Wandi menghempaskan nafas, tanda ia sedang kesal mendengar nama itu terucap dari mulut Mia.

"Kenapa kamu harus sebut nama dia? Dan kenapa disaat kamu sedang sama aku, harus memikirkan dia?" cetus Wandi.

"Maaf sayang, aku bukan bermaksud buat kamu kesal,"

"Tapi kamu udah buat aku kesal, Mia!"

"Iya maaf, sebenernya aku lagi takut kalau suatu saat nanti, Marla tau aku masih bersama kamu" ringis Mia.

"Aku yang tanggung jawab nanti. Atau kalau perlu, kita habisi saja dia agar kita nggak rumit seperti ini" celetuk Wandi.

"Aku nggak suka kalau tangan kamu ternoda oleh darah pembunuhan" tolak Mia.

"Lalu bagaimana? Apa kita kabur jauh atau keluar negri sekalian, untuk menghilangkan jejak?" saran Wandi.

"Marla bukan orang miskin Wan, dia bisa kejar kita walau keujung dunia sekali pun." kata Mia mengingatkan.

"Terus sampai kapan kita hubungan kayak gini?"

"Sabar yah! Yang pentingkan kita masih bisa ketemu, dan yang pasti tempat rahasia kita nggak akan pernah Marla ketahui." ucap Mia menenangkan.

Yang dimaksud Mia adalah villa. Tapi sayangnya Marla sudah membeli villa itu sebagai miliknya. Dia melakukan itu agar Wandi tak lagi menyewa tempat itu untuk berduaan dengan kekasihnya. Kini villa kaca sudah jatuh ketangannya, tentu Marla bahagia walau pun ia tau bahwa bukan berarti hanya villa itu yang menjadi kunci tempat bercinta Mia dan Wandi.

Wajah Marla terpaku didalam kamar yang pernah disinggahi Mia dan Wandi. Terngiang ingatan saat melihat dengan mata kepalanya, Mia begitu menikmati dijamah oleh Wandi.

Jijik, Marla mengacak kasur yang sudah tertata rapih. Menjerit, Marla muak dengan penghianatan Mia.

"Aku, aku nggak akan tinggal diam, Mia. Aku, aku akan menjauhkanmu darinya. Aku, aku benci dengan sikapmu, Mia." ringis Marla yang akhirnya tangisan pun pecah.

"Hiks.. Hiks.. Hiks.."

***

Sudah seminggu Marla meninggalkan rumah dan Mia sendirian. Marla sengaja meninggalkan rumah agar dirinya dapat memantau gelagat Mia bila sedang ditinggalkan dirinya. Sebenarnya Marla tak yakin bila Mia menginginkan kehadirannya, mungkin justru dengan kepergiannya akan memudahkan Mia bertemu dengan Wandi, sesuka hati.

Tepat sekali. Mia dan Wandi semakin sering bertemu dan bermalam disebuah rumah sewaan baru mereka. Wandi dan Mia sempat kecewa harus kehilangan villa kaca yang jadi tempat favorit keduanya. Wandi beberapa kali membujuk si penjaga untuk memberitahukan siapa pemilik baru villa itu, agar dirinya bisa membeli dua kali lipat harga jual. Sayang, si penjaga menolak memberitahukan karena memang Marla sudah melarang siapa pun tau kalau dia lah yang membeli.

Setelah keduanya lelah bercinta. Mia terlihat sedang suntuk dan kurang baik dilihat oleh Wandi, akhirnya Wandi bertanya dengan mesra pada kekasihnya itu.

"Kamu masih kepikiran soal kepergian cewek itu?" tanya Wandi dengan membelai rambut Mia.

"Maaf yah," ringis Mia, bersalah.

"Percuma aku marah sama kamu soal itu, dilarang pun kamu akan terus memikirkan dia" cibir Wandi.

"Aku bingung kenapa dia pergi? Dan ga bilang sama aku, senggaknya dia kasih tau aku pergi kemana biar aku tenang." keluh Mia.

"Bukankah lebih baik, dia pergi. Dan lebih baik lagi, kita tak tau dimana dia. Kalau perlu, tidak usah kembali sama sekali." harap Wandi yang membuat Mia tersenyum geli melihatnya.

"Itu memang dasar mau mu!"

"Emang ga boleh? Kamu juga mau, kan?" goda Wandi sembari mengelitiki pinggul Mia.

Tentu saja Mia terpingkal-pingkal geli menahan gelitikan itu.

***

3 hari Mia tidak pulang ke rumah Marla. Sengaja, karena ingin terus bersama Wandi. Mia tak takut harus ketauan, sebab dia selalu mentelpon ke rumah Marla dan memastikan kekasih wanitanya itu sudah kembali ke rumah atau belum.

Saat sedang asik bercengkrama dengan Wandi yang baru pulang kerja. Mendadak handphonenya berdering. Awalnya Mia cuek dan terus asik bercumbu rayu dengan Wandi, tapi seketika ia menahan tubuh Wandi dengan langsung melihat panggilan masuk berkali-kali itu.

"Dari rumah Marla" ringisnya.

"Emang kenapa? Harus yah momen kayak gini terhalang sama telpon?" ketus Wandi.

"Siapa tau penting. Mungkin mau ngasih tau kalau Marla udah pulang" kata Mia.

"Terus?"

"Ya aku harus pulang!"

"Sekarang?" tanya Wandi dengan wajah kaget.

"Masa tahun depan sih" ringis Mia.

"Ya nggak sekarang juga kali Mia, kita kan belum beres, masa mau ditinggal gitu aja!" rengek Wandi.

Mia segera merapihkan diri, lalu bersiap memakai pakaiannya.

"Lain waktu masih bisa sayang, jangan kayak ga bakal ketemu lagi deh pake ngerengek gitu," saran Mia.

"Janji yah? Kalau bisa besok, gimana?" pinta Wandi manja.

Sebelum merelakan Mia pergi, Wandi seolah tak ingin melepas kepergian kekasihnya itu. Wandi terus mengeratkan pelukannya dan beberapa kali menciumi Mia, penuh cinta.

"Kapan aku pergi kalau kamu kayak gini terus?" heran Mia.

"Janji kamu temuin aku?"

"Iya sayang! Baik-baik di rumah, jangan sampe masukin wanita lain di surga kita ini." kata Mia mewanti-wanti.

"Tidak akan ada selain kamu, Mia!" bisik Wandi mesra lalu melayangkan kecupan di pipinya.

Wandi melihat kepergian mobil Mia. Entah mengapa hatinya merasa resah ditinggal pergi kekasihnya itu. Tidak biasanya Wandi merasakan hal aneh ini, karena tiap melihat kepergian Mia tidak ada ragu atau kehilangan sekali pun.

"Semoga wanita gila itu tidak menyakitimu, Mia" gumam Wandi dalam hati.

***

Mia sedang was-was. Sebelum masuk kedalam kamar, beberapa kali ia menarik nafas dalam agar akting kebohongan yang akan dimainkan terlihat sempurna oleh Marla.

Perlahan Mia membuka pintu dengan niatan menyapa riang kedatangan Marla kembali ke rumah. Tapi seketika Mia tertegun melihat beberapa koper dihadapannya.

"Kamu dari mana sayang? Kok pergi jalan-jalan nggak bilang aku? Harusnya kamu ajak aku, kalau sampai belanja barang sebanyak ini." protes Mia, seraya mendekati Marla yang diam tak menjawab.

"Kenapa nggak mencium kekasihmu ini?" tegur Mia sedikit menggoda.

Mia mendusel manja ke tubuhnya. Namun tetap, Marla cuek seolah tak berhasrat untuk menyentuh Mia sekali pun. Mia heran lalu mengarahkan pandangan Marla sehingga dapat menatap dua bola matanya.

"Apa kamu ga merindukanku?" selidik Mia, "Sudah hampir 2 minggu kamu meninggalkanku, masa mencium atau memeluku saja nggak mau?" herannya, "Atau jangan-jangan kamu pergi bersama kekasih lain?" duga Mia.

Kali ini Marla merespon ucapannya itu dengan tatapan bengis.

"Memangnya aku itu kamu, jangan samakan aku denganmu Mia, cinta aku tulus buat kamu jadi mana ada wanita lain yang aku ajak pergi selain dirimu." cetus Marla.

"Baiklah, aku percaya. Lalu, apa yang buat kamu pergi tanpa bilang aku? Dan nggak pernah jawab panggilanku?" protes Mia.

"Apa perlu?" tanya Marla dingin.

"Menurutmu?" Mia balik bertanya.

"Apa mungkin kamu perduli aku pergi kemana? Sepertinya kamu terlihat senang aku ga di rumah, karena bisa pergi bebas kemana pun kamu suka, kan?" sindir Marla.

Mia mengigit bibir karena merasa tersindir olehnya.

"Aku pergi juga karena kamu nggak di rumah, itu pun kembali ke rumah orang tuaku!" ucap Mia.

"Yakin?"

"Kamu masih nggak percaya? Ya udah kalau kamu kayak gini terus, kenapa kamu pertahanin hubungan kita?" pekik Mia yang berharap Marla terpancing sehingga emosinya meluap, lalu memutuskan hubungan mereka.

Agar semakin meyakinkan, Mia beranjak berdiri dengan niatan akan pergi namun seketika Marla menahan lengannya.

"Harusnya kamu tau, aku, pertahankan hubungan kita. Karena aku sangat mencintaimu dan ga ingin melepaskanmu, sedikit pun, Mia." tutur Marla lirih.

Dalam hati Mia bergumam,"Aku tau itu Marla, tapi kita itu sama dan nggak layak untuk bersama." 

Marla mulai memeluk Mia dari belakang. Sangat erat, Mia merasakan tetesan airmata Marla mulai membasahi pundaknya.

"Tetapi kamu dengan mudah berpaling hati dengan pria itu"

"Aku kan sudah bilang, nggak lagi berhubungan dengan dia. Jadi, luapkan soal itu." pinta Mia.

Marla muak, dengan kebohongan Mia. Akhirnya ia membongkar semua permainan cantik Mia, dibelakangnya.

"Cukup Mia! Kenapa kamu masih bersikeras meyakinkan aku, seolah kamu tidak berhubungan lagi dengannya?" pekik Marla.

"Karena memang nggak, Marla." tegas Mia.

Marla menatap tajam bolamatanya.

"Cih! Kamu pikir, selama ini aku nggak tau perselingkuhan kamu? Kamu pikir, aku pergi selama 2 minggu ini ga pernah tau soal rumah singgah percintaan kalian, hah?" gertak Marla

Mia menelan ludah, seketika tubuhnya bergetar mendengar pengakuan Marla.

"Ke, kenapa bisa?" tanya Mia gugup.

Marla tersenyum sinis melihat perubahan sikap Mia yang sedang ketakutan.

"Kamu bahkan lupa sama semua janji yang aku kasih tau ke kamu. Oke, aku akan ingatkan kamu lagi janji awal kita memutuskan bersama,"

Seketika Mia menahan Marla untuk mengingatnya.

"Jangan! Aku mohon jangan ingatkan itu lagi Marla, karena aku, aku nggak ingin mengingatnya, aku, aku sudah benar-benar ga ingin bersamamu lagi." tolak Mia, "Aku mohon Marla, biarkan aku bahagia dengan Wandi!" pinta Mia dengan sangat.

Beberapa kali Mia membujuk Marla, meminta untuk membiarkannya pergi dari kehidupan gelap. Marla yang sejak tadi diam akhirnya membuka suara, dengan ucapan yang sangat mengagetkan Mia tentunya.

"Pergilah!" lirih Marla.

Mia berlinang airmata terharu. Sontak dirinya langsung memeluk Marla dengan sangat bahagia.

"Makasih Marla, makasih sudah mau melepaskan diriku untuk Wandi." ucap Mia antusias.

Mia perlahan melepaskan pelukan darinya, lalu menatap bola mata Marla lekat dengan memegang kedua tangannya.

"Semoga kamu dapatkan kekasih yang lebih mencintai kamu dibandingkan aku, Marla!" harap Mia yang berlalu meninggalkannya.

Marla terdiam kaku. Sebenarnya ia tak ingin mengatakan kalimat itu namun melihat usaha Mia yang terus memohon akhirnya dengan berat hati Marla menyetujui.

Tak terasa butiran air matanya kembali mengalir deras setelah tubuh Mia tidak lagi dihadapannya, atau bahkan selamanya ia tak akan melihat Mia setelah bersama Wandi.

"Apakah ini keputusan yang benar?" ringisnya.

Marla melihat beberapa koper yang telah disiapkan untuk dibawa pergi bersama Mia. Seketika hatinya menolak merelakan Mia pergi, sehingga dengan cepat Marla berlari mengejar Mia yang sudah berada di lantai bawah.

Derap langkah Marla terdengar oleh Mia yang menoleh kerahnya. Mia tau bahwa Marla akan menahan kembali untuk pergi, karena dia tau sifat ngeyel Marla. Sebab itu lah Mia makin mempercepat langkah keluar dari rumahnya. Tapi sayang, langkah Marla begitu cepat dan langsung menahan tangan Mia erat.

"Ke, kenapa kamu?" tanya Mia gugup.

"Kamu pikir aku akan merelakanmu dengannya, hah?" pekik Marla.

"Bukannya tadi?"

"Cukup Mia, aku muak, jangan buat dirimu menyesal karena terus memintaku melepaskanmu." gertak Marla.

"Aku mohon, Marla!" Mia memelas.

"Enggak bisa, aku sudah menyiapkan baju kita, lalu pergi menjauh dari sini"

"Menjauh?"

"Yah! Dari Wandi, tepatnya." tegas Marla.

"Nggak Marla, jangan pisahkan kami. Aku sangat mencintai dia, aku mohon jangan." pinta Mia.

Marla tidak perduli, ia menarik tangan Mia walau pun beberapa kali menghardik dan berusaha untuk melepas. Akhirnya Mia mengigit tangan Marla kencang sehingga terlepas dan mencoba kabur.

Langkah Mia terhenti saat terasa sesuatu menghantam kekepalanya dengan sangat keras.

"Bugh"

Mia pun seketika ambruk diatas lantai. Marla yang sedang beramarah tidak sadar melakukan hal itu, kini dirinya langsung menjatuhkan pemukul ke lantai dan mendekap tubuh Mia.

"Mia, Mia bangun Mia,"

"Mia, aku minta maaf, aku nggak sengaja melakukannya,"

"Aku mohon Mia, buka matamu Mia,"

"Mia, Mia jangan tinggalin aku Mia,"

"Aku mohon Mia, bangun, bangun Mia,"

"Miaaaaaaaaaaaaaaa" teriak Marla kencang sembari mendekap tubuhnya dengan sangat erat.

To be continue..

Senin, 04 Juli 2016

Ghost part 1

Tahun 2010  ...

Seorang wanita bernama Mia datang seorang diri kesebuah rumah megah. Rumah bergaya modern itu begitu mewah, menggugah hati bagi yang melihatnya. Saat itu malam sudah larut, mungkin sebagian orang sudah terlelap dalam kantuk. Tapi Mia harus datang kerumah itu dengan segera untuk mengatakan hal penting pada pemilik rumah mewah tersebut.

"Halo sayang! Akhirnya kamu temui aku juga, setelah sebulan menghilang dariku" sambut si pemilik rumah yang akan mencium bibir mungilnya. Tapi Mia menolak. Ada guratan kebingungan diwajah si pemilik rumah dengan tingkah itu.

"Aku kesini ingin bicara serius sama kamu" ucap Mia. Yang menyelonong duduk tanpa perintah si pemilik rumah.

"Serius, serius bagaimana maksud kamu?" tanyanya. Dia duduk didekat Mia.

Mia kini seolah sulit untuk berucap kata. Hening, dan terpaku dengan kepala menunduk. Si pemilik rumah, atau bisa dibilang kekasih Mia itu mengangkat wajah Mia lalu menatap bibir merah merekah Mia dengan tajam. Perlahan mendekatkan kepala sehingga dapat mengatup bibir Mia dengan lembut. Mia terpejam oleh gairah hasrat kekasihnya itu, namun seketika Mia sadar lalu menghentikan aksi panas tadi.

"Kenapa Mia? Bukankah sudah lama kita tidak melakukannya?" bisiknya tepat ditelinga Mia.

Mia mendesah pelan mendengar bisikan lembutnya itu, namun ia kembali sadar dengan maksud tujuannya datang kerumah itu.

"Aku kesini mau bicara serius, bukan untuk itu!"

"Oke kita bicara serius, tadi aku hanya bermaksud mencairkan sikapmu yang begitu kaku padaku"

"Aku mau menikah" kata Mia seketika.

"Tentu, justru sudah lama aku mengajak kamu soal itu. Akhirnya kamu sendiri yang mengatakan itu padaku, sayang!" serunya antusias sembari membelai wajah Mia.

"Tapi bukan dengan kamu," aku Mia.

Bagai petir menyambar tubuhnya. Kekasih Mia kaget bukan main, dengan pandangan tak percaya.

"Jadi selama ini kamu punya kekasih lain?" pekiknya. Mia mengangguk pelan, lalu tertunduk karena tak kuasa melihat kemarahannya.

Mia mengungkapkan alasan kenapa ada kekasih lain diantara hubungan dengannya.

"Orang tuaku, dia menjodohkanku dengan seorang pria" ungkap Mia.

Mia melihat tangannya mengepal geram, yang sudah sangat beramarah.

"Awalnya aku menolak, karena aku tidak pernah percaya cinta seorang lelaki lagi. Tapi, dia lain, Wandi sungguh lain. Dia sangat meyakinkan aku bahwa masih ada cinta laki-laki untukku, yaitu dia sendiri." tutur Mia.

"Kenapa kamu ga bilang, Mia? Apa aku belum sempurna dimata kamu, sehingga kamu berpaling dari cintaku?" protesnya. Tampak kecemburuan sedang meyelimuti batinnya setelah mendengar tutur kata Mia. Apa lagi melihat wajah sangat bahagia Mia saat sedang bercerita, lain ketika dengan dirinya mungkin hanya kesenangan saja.

"Maafkan aku. Maaf, aku memang salah nggak bilang sejak awal sama kamu. Maaf juga, karena nggak bisa jadi kekasih sejati kamu. Sekali lagi maaf, aku sudah menghancurkan mimpi kita dimasa depan." sesal Mia.

"Jadi kamu, putuskan hubungan kita?" tanyanya lirih.

"Demi aku, aku mohon kamu mau melepaskan aku dan membiarkan aku bahagia dengan Wandi!" pinta Mia.

Mia memohon dengan memegang tangannya erat.

"Lalu aku bagaimana?" ringisnya.

"Kamu pasti akan bahagia dengan pasangan yang sudah tuhan kirim untukmu Marla!" tegas Mia menguatkan.

"Tapi aku, aku hanya ingin denganmu, Mia. Bagiku, cinta laki-laki hanya bagaikan sebuah kertas yang suatu saat terkena air akan robek. Seperti cinta, Dion waktu itu." kenang Marla.

"Marla, kamu nggak lupakan sama nasib aku yang ditinggal nikah sama Opik? Karena dia kita saling ketemu, bahkan sudah keluar dari kodrat manusia. Kita menentang cinta terlarang, tapi kini aku sadar kalau tuhan masih menyimpan kebahagiaan kita kelak disaat yang pas tentunya." jelas Mia.

Marla masih tak rela. Karena itu Mia membiarkannya termenung dengan menunggu wanita bertubuh tinggi itu didekat jendela. Saat sedang menunggu, tiba-tiba handphonenya berdering dan ternyata dari Wandi.

"Bagaimana?" tanya Wandi.

"Aku sudah mengatakan semuanya"

"Lalu?"

"Aku butuh waktu meyakinkannya,"

"Untuk apa?"

"Ini nggak mudah Wan, bagi kamu mungkin hanya dengan kata pisah semua akan beres? Tapi bagi kami, aku dan dia itu sulit. Aku sama dia udah hampir 2 tahun, jadi wajar kalau sulit bagi kami untuk mengakhiri semuanya." kata Mia sedikit membentak.

"Jadi kamu mau bertahan dengan wanita itu?" tanya Wandi sengit.

"Maafkan aku, Wan. Aku nggak bermaksud buat kamu marah, aku masih butuh waktu buat jelasin ke dia, itu saja." sesal Mia.

"Baiklah, aku akan selalu nunggu kamu Mia!" katanya yang menutup telpon.

Mia merasakan tubuhnya dipeluk dari belakang. Tentu itu adalah Marla. Terasa oleh Mia, Marla sedang mengendus rambutnya lalu meyibak helaian rambut Mia yang kini terlihat jelas leher putih mulus Mia. Nafas Marla terasa dikulit leher Mia yang menggeliat geli dibuatnya.

Entah kenapa malam itu Mia sudah kehilangan kesadaran, yang mana perlakuan romantis Marla membuatnya kembali khilaf yang akhirnya sebuah percintaan pun kembali terulang dimalam itu.

***

Matahari menyingsing sinarnya, tinggi. Teriknya menembus jendela kaca yang menyilaukan bolamata Mia. Perlahan-lahan Mia mengerjapkan bolamata lalu kaget dengan dirinya yang tidur dilantai. Yang membuatnya makin kaget adalah saat potongan bajunya yang berserakan dilantai dan kini dirinya hanya berbalut selimut saja.

"Astagaa!" ringis Mia sembari meremas muka saat kesadarannya pulih lalu teringat kejadian nista malam itu.

"Pagi sayang? Sarapan yuk?" ajak Marla yang membawa nampan berisikan potongan sandwich buatannya dengan dua gelas jus segar.

"Kenapa kamu melakukannya?" tanya Mia lirih.

"Semua ini untuk sarapan kita" jawab Marla polos.

"Yang aku maksud soal semalam, Marla"

"Oooh itu! Kamu menikmatinya, bukan?"

"Tapi, tapi aku sudah bilangkan, kalau aku akan menikah dengan Wandi" protes Mia.

Marla yang sebelumnya duduk manis dihadapan Mia, kini susah memasang wajah kusut.

"Bisa nggak kamu nggak buat hati aku kesal dipagi yang indah ini?" ketus Marla, "Aku yakin kok kamu nggak akan bisa nikah sama Wandi atau pria mana pun, selama kamu masih terikat denganku." tegasnya.

"Kamu gila. Aku bilang kita putus jadi aku sama kamu udah nggak ada hubungan apa pun, Marla." pekik Mia, kesal.

"Kalau kamu memang ingin mengakhiri semuanya, kenapa semalam kamu tidak menolak?" tanya Marla dengan mata menggoda.

Tentu Mia kikuk dan bingung untuk menjawab. Dilain sisi memang dirinya masih memiliki hasrat dengan kekasih wanitanya itu, sehingga tak dapat menolakannya.

"Itu hanya kehilafanku, bukan aku yang inginkan." elak Mia, angkuh. "Kalau bisa diputar, aku tidak pernah ingin kemarin malam terjadi." tambahnya.

"Sudah terjadikan? Untuk apa disesali lagi? Sekarang kita makan, untuk menambah stamina. Siapa tau kamu ingin__" goda Marla.

"Cukup Marla, jangan pernah bahas itu lagi. Atau aku, aku__"

"Apa? Mau lari dariku? Silahkan, yang pasti aku akan terus kejar kamu sampai kemana pun. Kalau perlu, dunia harus tau kita saling mencintai!"

Kalimat Marla semakin menambah keresahan dibatin Mia. Yang mana dirinya tau, Marla begitu serius dengan ucapannya dan akan melakukan apa pun untuk mendapatkan apa yang diinginkan.

"Aku harus cari cara lain lepas dari Marla, secepatnya juga" gumam Mia dalam hati.

Mia begitu terpaksa menerima suapan dari Marla. Sebenarnya Mia sudah tak asing diperlakukan romantis olehnya, dan Mia sangat suka itu. Tetapi kini lain, ia harus segera keluar dari zona cinta terlarang dan kembali normal bersama Wandi.

Mia sudah yakin 100% dengan lelaki pilihan orang tuanya itu, karena Wandi sangat menerima apa adanya Mia. Yang tak mempermasalahkan setatus lesbian yang disandangnya. Bahkan Wandi lah pria satu-satunya yang bersedia membantu keluar dari zona itu.

***

Bagi Marla mencari tau tentang Wandi adalah hal yang sangat mudah. Dengan membayar orang suruhannya, kini Marla tau semua tentang calon suami dari kekasihnya itu.

Soal kekayakaan, Wandi tak kalah tajir darinya. Tapi itu tidak menjamin untuk Marla mau melepaskan Mia begitu saja.

Marla mengetahui Wandi sudah memesan sebuah villa yang akan menjadi tempat liburan keduanya. Tentu saja ia tidak tinggal diam, yang langsung menuju ketempat liburan mereka.

Sebelum keduanya datang, Marla sudah tiba terlebih dahulu untuk memastikan rencana apa yang akan dilakukan Wandi pada kekasihnya itu.

Sebuah villa kaca yang cantik. Akan dapat membuat Mia kagum, lalu semakin mencintai Wandi dibandikan dirinya, begitu perasangka Marla akan rencana Wandi.

"Ciih, licik sekali dia" dumal Marla kesal.

Sebuah kamar yang tertata mewah nan romantis bertaburan bunga-bunga membuat Marla muak, lalu menghancurkan hiasan indah itu. Pandangan Marla tertuju pada tembok kaca yang memperlihatkan keindahan pantai disisi villa.

"Jadi semua ini yang kamu suka darinya, Mia? Aku pun bisa melakukan semua ini, bahkan lebih dari ini semua." ringis Marla, kecewa.

Sekitar pukul 00:00 Wandi sudah tiba di villa itu dengan membawa Mia masuk kedalam. Seperti dugaan Marla, Mia tampak kagum melihat indahnya suasa disana. Wandi menutup mata Mia sebelum membawanya kekamar yang telah disediakan. Namun saat tiba disana keduanya heran melihat kondisi kamarnya berantakan, bukan seperti apa yang diinginkan Wandi.

"Kok nggak ditata rapih sih? Aku harus telpon orang yang bertanggung jawab atas semua ini" dumal Wandi.

Mia menahan dengan merebut handphone, lalu dimatikan olehnya.

"Nggak penting bagi aku semua ini, yang penting malam ini aku sama kamu." kata Mia menenangkan.

"Tapikan, aku,"

Kalimat Wandi terhenti saat bibir mungil Mia sudah mendarat di kulit bibirnya. Tanpa mereka sadari Marla sedang memandang dari luar kaca. Marla tak berkutik melihat Mia bersama orang lain, apa lagi bercumbu dengan orang selain dirinya.

Mia menghentikan tangan Wandi yang akan melepas bajunya. Lalu berjalan kearah gorden untuk menutup kaca yang menurutnya takut akan terlihat dari luar.

"Kenapa? Justru aku ingin malam ini kita disaksikan oleh bulan dan bintang-bintang" kata Wandi.

"Tapi kalau ada yang liat, gimana?" ringis Mia, malu.

Wandi mendekat, lalu memeluk tubuh Mia dari belakang sembari melepaskan tangan Mia dari tirai gorden dan berbisik mesra di telinganya.

"Nggak akan ada yang liat sayang, disini sepi, hanya ada aku dan kamu!" bisik Wandi.

Mia sangat sensitif bila ada yang berbisik mesra ke telinga, seketika akan memejamkan bola matanya.

Wandi membalikan tubuh Mia sehingga keduanya saling berhadapan. Ciuman lembut kembali terjadi diantara keduanya, lalu Wandi mulai melucuti baju Mia satu persatu sehingga tak ada sehelai benang pun yang melekat di tubuhnya.

Marla geram, batinya berang dalam kecemburuan. Tangannya mengepal ganas, melihat adegan ranjang kekasih hatinya dengan pria lain. Marla tak kuasa melihatnya lalu berpaling muka, muak. Dia melangkah pergi meninggalkan tempat persembunyiannya, menuju pesisir pantai.

"Aaahhhhhhhh!"

Teriakan Marla melengking. Menggelegar bersamaan dengan deruan ombak yang tak terdengar oleh Mia dan Wandi yang sedang dimabuk cinta.

"Kamu menyakitiku, Mia" ringis Marla.

Sebutir airmata mentes jatuh ke pipinya, yang dilanjutkan oleh butiran air mata lainnya.

"Kamu lupa akan janji kita, Mia" keluh Marla.

Tubuh Marla lemah, lalu terjatuh diatas pasir. Pandangannya semu melihat kerlipan bintang-bintang yang seolah menari-nari mengiringi syahdunya malam keduanya.

"Kamu hanya milikku Mia, ga akan ada orang lain yang bisa milikin kamu selain aku, Marla." gerutunya sembari meremas pasir, penuh kemarahan.

***

Mia sedang asik mengobrol dengan Wandi di telpon. Namun terhenti saat ibunya datang mengatakan ada temannya yang ingin bertemu. Sebenarnya Mia malas untuk turun dan menemui orang itu, apa lagi tak ada temannya yang memberi taukan akan datang ke rumah.

Langkah Mia seketika terhenti melihat sosok yang tersenyum menyambut kedatangannya. Mia panik saat melihat Marla begitu nekat datang ke rumahnya.

"Kenapa kamu kesini?" cetus Mia.

"Mia! Kenapa begitu kasar sama temen sendiri?" tegur ibunya.

"Nggak apa-apa tante, mungkin Mia kaget aja karena saya nggak kasih tau dia mau datang kesini!" tutur Marla, ramah.

"Kalau gitu tante tinggal yah, masih ada kerjaan" pamit ibu Mia.

Sepeninggalan ibunya, Mia langsung mendekat lalu protes pada kekasih wanitanya itu.

"Kamu ngapain sih pake datang kesini segala?"

"Salahmu sendiri yang menjauhiku, tidak menemui aku, bahkan telpon dan sms pun kamu mengabaikan begitu saja" sindir Marla.

"Aku kan sudah bilang, kalau kisah menjijikan kita berakhir."

"Menjijikan? Ooh, jadi sekarang kamu anggap aku jijik setelah kamu tidur dengan laki-laki itu, hah?" pekik Marla.

"Dari mana kamu, tau?" ringis Mia.

"Hah! Nggak penting aku tau dari mana, yang penting sekarang aku akan mengungkapkan orang tua kamu siapa aku ini, apa hubunganku denganmu, dan kalau perlu dunia harus tau kisah menjijikan kita berdua." ucap Marla mengancam.

Sontak saja Mia takut. Bukan hanya malu yang akan dia tanggung, tapi kebencian dari seluruh keluarga terhadap kelakukan menjijikannya itu.

"Please Marla, jangan lakukan itu. Aku mohon, jangan." pinta Mia.

"Kenapa sih kamu begitu menginginkan kisah kita berakhir? Bukankah kamu sendiri pernah bilang, cinta kita suci dan abadi untuk selamanya?" herannya, "Apa cuma pelampiasan saja bagi kamu, Mia? Kejam." ringis Marla.

"Demi tuhan, aku dulu memang menginginkan cinta kita abadi dan aku sangat mencintai kamu. Tapi sekarang aku sadar, kalau wanita lebih akan bahagia bersama seorang pria." aku Mia.

"Lalu bila dia mencampakanmu seperti yang dulu?" tanya Marla mencoba menggoyahkan.

"Kemungkinan itu memang ada," ringis Mia, "Tapi aku ingin mencoba merubahnya, menjadikan semuanya indah dengan apa yang aku mau." tegas Mia.

"Mia, aku__"

"Jadi tolong! Izinkan aku melepaskanmu untuk bersama Wandi." bujuk Mia, memelas.

Marla tetap menolak dan terus mengancam Mia akan membongkar rahasia diantara mereka pada orang tuanya. Tentu saja Mia akhirnya menuruti keinginan Marla yang tetap ingin hubungan terlarang itu terus ada diantara keduanya.

***

Marla sudah melarang Mia untuk berhubungan lagi dengan Wandi, dan juga harus memutuskan pertunangan diantara mereka. Mia mematuhi itu didepan Marla saja, karena dibelakangnya Mia akan diam-diam bertemu Wandi untuk menjelaskan sulitnya meninggalkan Marla.

"Bukan aku inginkan semua itu, Wan"

"Lalu? Apa susahnya katakan putus, dan jangan pernah temui dia lagi!"

"Mudah bagi kamu mengatakan itu, aku sudah berulang kali memutuskannya, tapi dia selalu menolak. Kamu tau apa yang membuatku tetap bersamanya? Dia, dia mengancam aku akan membongkar semua kisah cintaku dengannya." ungkap Mia, berang.

"Wanita licik!" gerutu Wandi. "Harusnya kamu jangan takut, aku akan tetap bersama kamu walau pun semua tau masa lalu kamu, sayang" kata Wandi menenangkan.

"Tapi gimana kalau semua keluargaku marah? Lalu, lalu mereka mengucilkanku dan tidak menganggapku bagian dari mereka lagi?" ringis Mia dengan wajah lesu.

"Terus, mau kamu bagai mana dengan masa depan kita?" tanya Wandi.

"Aku butuh waktu," pinta Mia, seraya berdiri membelakangi Wandi.

"Hanya untuk membereskan masalah Marla saja, aku mohon, kamu mau sabar menungguku?" lanjutnya.

Wandi bangkit dari duduknya dengan berdiri dihadapan Mia. Terlihat wajah Mia tampak kebingungan, sehingga sudah sepatutnya ia mengalah sedikit untuk menuju kebahagiaan.

"Baiklah, aku akan menunggu kamu" ucap Wandi sembari memeluk tubuh Mia.

"Terimakasih sayang. Aku janji, akan segera membereskannya." tegas Mia.

"Kalau perlu aku akan singkirkan wanita iblis itu." gumam Wandi dalam hati.

To be continue ...